Sementara Ruhut Sitompul yang merasa diatas angin memasang ekspresi senyumnya untuk mengelabuhi pemirsa. Padahal saya membayangkan bahwa sesaat sebelum masuk ruang sidang dia berkata dalam hati, "Pokoknya saya harus membuktikan bahwa saya mampu mengemban amanah kawan-kawan untuk mengalihkan perhatian publik dengan cara yang cerdik. Saya harus tetap tersenyum agar nampak elegan. Misi saya memang bukan mengemban aspirasi masyarakat. Menurut saya mengacau peradilan lebih tepat karena saya anggap lebih menguntungkan bagi karir politik saya. Inilah momentum buat saya."
Minggu, 10 Januari 2010
RUHUT DAN ETIKA SIDANG
Sementara Ruhut Sitompul yang merasa diatas angin memasang ekspresi senyumnya untuk mengelabuhi pemirsa. Padahal saya membayangkan bahwa sesaat sebelum masuk ruang sidang dia berkata dalam hati, "Pokoknya saya harus membuktikan bahwa saya mampu mengemban amanah kawan-kawan untuk mengalihkan perhatian publik dengan cara yang cerdik. Saya harus tetap tersenyum agar nampak elegan. Misi saya memang bukan mengemban aspirasi masyarakat. Menurut saya mengacau peradilan lebih tepat karena saya anggap lebih menguntungkan bagi karir politik saya. Inilah momentum buat saya."
RUHUT DAN KOMITMEN KEADILAN
Ruhut Sitompul boleh saja bicara keras, lantang, kadang-kadang memerahkan telinga bagi para praktisi hukum yang merasa terlecehkan karena terkesan seolah-olah tidak mampu mematahkan argumennya. Namun, betapa pun hebat engkau bicara, Hut, begitu piawainya mengolah kata yang jika tidak waspada begi sebagian masyarakat yang tidak peka tehadap permasalahan yang krusial, bisa teralihkan perhatiannya kepada perkara yang entah sengaja atau tidak sengaja menjadi noise atau kegaduhan hukum; kehebohanmu tetap tidak akan mengubah esensi bahwa orientasi semua pihak terkait dalam kasus Bank Century yang sedang marak menjadi community discourse ini adalah keadilan dan kejelasan hukum.
Jadi, Hut, silahkan menyanyi dan menari di atas mimbar peradilan sepuasmu. Satu hal terpenting yang saya mohon tidak lepas dari hati sanubarimu, adalah komitmen untuk memihak pada yang benar, menegakkan keadilan, dan menciptakan kejelasan hukum di Indonesia. Jika komitmen ter-sebut masih bersemayam di lubuk hatimu yang terdalam, insya Allah saya akan mengajak komuni-tas internet untuk mendoakan keselamatan bagimu dunia dan akhirat. Namun jika sebaliknya, maka ketahuilah, Hut, betapa dalam hati bangsa ini engkau lukai.
Kami sedang berupaya menjaga prasangka baik pada sang super orator ini dan menaruh harapan bahwa kehadirannya di dalam perhelatan hukum ini bakal menjadi angin segar bagi kedaulatan hu-kum di negara kita. Semoga kekawatiran saya, dan bukan tidak mungkin beberapa kawan yang lain terhapus oleh terujudnya cita-cita seluruh praktisi hukum dan bangsa Indonesia yang tak lain adalah keadilan dan kepastian hukum. Amin.
Selasa, 10 November 2009
KEADILAN PEMIMPIN DHOLIM
Sebagai sahabat, saya mencoba mengetengahkan sebuah konsep tentang hidup, khususnya tentang berkarya di bawah otoritas orang lain. "Mar, saya tahu kamu memang sedang kesal terhadap kebijakan atasanmu itu." Percakapan pun saya buka. "Tapi, cobalah dengarkan dan hayati konsep saya tentang bekerja ini."
Setelah menundukkan kepala pertanda bahwa ia setuju meskipun sedikit tidak percaya bahwa yang saya sodorkan merupakan kosep yang baik menurutnya, saya coba memulai presentasi saya tentang konsep itu. "Begini Mar. Dalam sebuah organisasi bisnis yang tidak berkeadilan, di dalamnya pasti terdapat setidaknya dua pihak. Yang pertama pihak yang dholim, yang selainnya pihak yang didholimi. Lalu, jika kamu ditawari untuk memilih satu dari sifat tersebut, mau milih yang mana?"
Belum sempat ia menjawab lantaran setengah bingung saya dului, "Kalau saya Mar, sebesar apa pun kedholiman orang lain dalam organisasi bisnis tempat kita bekerja, saya memilih bertahan. Pasalnya Mar, siapa pun mereka yang kita anggap dholim, sesungguhnya hanyalah melaksana- kan keputusan Allah. Mereka memang bagian dari kehidupan kita yang harus berperilaku demikian. Kita tak bisa merubah sikap mereka, meski pun seolah-olah, ketika kita berupaya meninta dirinya untuk berubah, berubah karena kita. Sekali-kali bukan. Maka karena kita tak kuasa untuk merubah kehendak Allah atas dirinya melainkan dengan cara berdoa, maka jelaslah bahwa langkah terbaik kita adalah memohon kepada Allah agar mereka berubah, kemudian secara ikhtiar, agar menjadi bagian dari sunnatullah, kita utarakan keinginnan dengan niatan ber-amar makruf demi keridhoan Allah, kemudian yaqin bahwa apa pun hasilnya merupakan jawaban terbaik bagi kita dari Allah."
Sedikit, kalau pun dikatakan ada, pemimpin yang merasa bahwa kebijakannya salah. Pada dasarnya setiap orang memiliki keyakinan bahwa dirinya telah berbuat terbaik. Dan memang terbaik, setidaknya versi mereka yang biasanya sebanding dengan kepahamannya akan arti dan makna kepemimpinan.
"Benar juga sih." Katanya tiba-tiba setuju dengan konsep yang saya tawarkan. "Eh, itung-itung, jika memang kebetulan ada kelebihan hak kita yang terrampas oleh mereka, kita titip bekal akhirat di pundak mereka. Bukankah kita haqqul yaqin seratus persen percaya bahwa Allah maha adil?" Lanjutnya. Dan akhirnya ia kembali giat bekerja. Alhamdulillah.
Kamis, 01 Oktober 2009
RIDHO IS THE BEST ATTITUDE
Jika sejak awal kita diberi kesempatan untuk menetapkan sendiri nasib dan corak perja-lanan hidup kita, bab ini tak perlu lagi dibahas. Namun, karena pada kenyataannya sama sekali manusia tidak kuasa atas eksistensinya sendiri, terutam yang berkaitan dengan jenis kelamin, ketampanan atau kecantikan, umur, rezeki, jodoh, dan sebagainya terma-suk kapan dan di mana dilahirkan serta dari keluarga yang bagaimana, rupanya tidak ada pensikapan yang lebih baik dari pada ridho atau menerima apa pun peran dan bagaimana pun riwayat perjalanan hidup kita. Sebagian orang menganggap bahwa Allah memberi kesempatan kepada hamba-Nya untuk menentukan nasibnya sendiri, sebagian yang lain mengganggap bahwa kita tak ubahnya wayang yang di amanahi untuk menjalankan peran tertentu yang satu sama lain berbeda, ada juga yang menganggap bahwa sebagian nasib kita telah ditentukan oleh Allah SWT dan selebihnya manusia itu sendiri yang menentukan.
Jumat, 25 September 2009
DOMINASI AKAL ATAS AGAMA
Diceritakan pula bahwa sepatu tersebut sudah sekian lama diimpi-impikan oleh anak tersebut. Dan telah sekian lama pula sang ayah berusaha mengumpulkan uang ekstra yang tak kunjung terwujud karena selalu habis untuk kebutuhan primer keluarganya.
Terdengar oleh sang atasan suara karyawan tersebut terbata-bata ketika menanggapi pengingatan anaknya. Ekspresi tak pasti dan murung pun tak luput dari pandangan sang atasan ketika sesekali mencoba melirik sang karyawan ketika menerima telephone. Tak pelak hatinya trenyuh dan terharu mendengarnya.
Tak terasa air matanya menetes seraya bergumam dalam hati, "Ya, Tuhan. Alangkah tidak adilnya hidup ini. Ternyata, seorang karyawan berprestasi yang telah memberi sumbang sih besar di perusahaan ini, masih kesulitan bahkan ketika hanya sekedar membelikan sepatu baseball anaknya."
Tergeraklah hati sang atasan untuk menolong bawahannya. Sebuah kejutan dalam rangka membahagiakan keluarga karyawannya pun terlaksana. Disodorkannya bingkisan berisi sepatu baseball yang ciri-cirinya telah tercuri dengan ketika berkomunikasi via handphone.
Alangkah bahagianya sang karyawan tersebut sesaat setelah mengetahui bahwa yang disodorkan sang atasan adalah bingkisan ulang tahun yang telah lama di damba-dambakan anaknya. Air mata bahagia pun tak tertahankan lagi membasahi pipinya.
Yang ingin saya bahas dari cerita tersebut di atas adalah nuansa sekuler yang begitu kental. Sang karyawan berprestasi itu merasa bahwa jika tidak ditolong oleh atasannya niscaya kebahagiaan di hari ulang tahun anaknya bakal tidak terujud. Sang atasan pun merasa bahwa dirinyalah sang dewa penolong bagi keluarga bawahannya. Yang menulis cerita pun nampak sekali bahwa sedikit pun tak terpikirkan bahwa semua itu terjad atas ijin dan kehendak Allah. Keterlibatan mereka secara dhohiriah plus kemampuan akademisnya menjadikan Allah tak pernah hadir dalam setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan mereka. Dan ingat, jika tidak hati-hati kita yang membaca pun terlena dan terseret masuk ke dalam alam pikir mereka, lho!
Kamis, 24 September 2009
FENOMENA PETANI GARAM
Senin, 07 September 2009
SEOLAH-OLAH BAKAL MASUK SURGA
Ingat, bahwa sesungguhnya syarat utama seseorang menikmati harta dunia adalah ketika orang-orang di sekitarnya tidak memiliki harta dengan kualitas dan harga yang sama. Sehingga, dengan kata lain, falsafah harta dunia adalah "menari-nari di atas penderitaan orang lain." Sedangkan cobaan kekurangan harta cenderung manjadikan si pelaku mengingat Allah dan sering berdo'a.
Tidak sedikit hamba Allah di muka bumi ini merasa sudah cukup dengan kesan di mata orang lain seolah sudah berbuat banyak untuk bekal masuk surga. Berapi-api bicara tentang keimanan tapi alergi bicara tentang keadilan. Mencanangkan kesederhanaan tetapi enggan memberi contoh, padahal Allah sangat murka kepada orang-orang yang mengngucapkan tentang sesuatu tatapi tidak mau menjalaninya.
