Minggu, 10 Januari 2010

RUHUT DAN ETIKA SIDANG

"Diam kau!" teriak Gayus Lumbun selaku pemimpin sidang meminta Ruhut Sitompul sebagai peserta. Bagi pemirsa TV saat itu, jika tidak kritis bisa terkecoh kepiawaian Ruhut mengacau jalannya persidangan. Begitu yakinnya bahwa dirinya benar, sehingga PeDe sekali mencatut kata "Profesor" untuk mempertajam sarkasme guna mencitrakan betapa seorang Gayus Lumbun (sang Profesor) tidak mampu mengendalikan emosinya dan berharap bahwa para pemirsa tak perlu menghormati ke-profesor-an seseorang yang diperolehnya dengan begitu gigihnya.

Sementara Ruhut Sitompul yang merasa diatas angin memasang ekspresi senyumnya untuk mengelabuhi pemirsa. Padahal saya membayangkan bahwa sesaat sebelum masuk ruang sidang dia berkata dalam hati, "Pokoknya saya harus membuktikan bahwa saya mampu mengemban amanah kawan-kawan untuk mengalihkan perhatian publik dengan cara yang cerdik. Saya harus tetap tersenyum agar nampak elegan. Misi saya memang bukan mengemban aspirasi masyarakat. Menurut saya mengacau peradilan lebih tepat karena saya anggap lebih menguntungkan bagi karir politik saya. Inilah momentum buat saya."


RUHUT DAN KOMITMEN KEADILAN

Ruhut Sitompul boleh saja bicara keras, lantang, kadang-kadang memerahkan telinga bagi para praktisi hukum yang merasa terlecehkan karena terkesan seolah-olah tidak mampu mematahkan argumennya. Namun, betapa pun hebat engkau bicara, Hut, begitu piawainya mengolah kata yang jika tidak waspada begi sebagian masyarakat yang tidak peka tehadap permasalahan yang krusial, bisa teralihkan perhatiannya kepada perkara yang entah sengaja atau tidak sengaja menjadi noise atau kegaduhan hukum; kehebohanmu tetap tidak akan mengubah esensi bahwa orientasi semua pihak terkait dalam kasus Bank Century yang sedang marak menjadi community discourse ini adalah keadilan dan kejelasan hukum.

Jadi, Hut, silahkan menyanyi dan menari di atas mimbar peradilan sepuasmu. Satu hal terpenting yang saya mohon tidak lepas dari hati sanubarimu, adalah komitmen untuk memihak pada yang benar, menegakkan keadilan, dan menciptakan kejelasan hukum di Indonesia. Jika komitmen ter-sebut masih bersemayam di lubuk hatimu yang terdalam, insya Allah saya akan mengajak komuni-tas internet untuk mendoakan keselamatan bagimu dunia dan akhirat. Namun jika sebaliknya, maka ketahuilah, Hut, betapa dalam hati bangsa ini engkau lukai.

Kami sedang berupaya menjaga prasangka baik pada sang super orator ini dan menaruh harapan bahwa kehadirannya di dalam perhelatan hukum ini bakal menjadi angin segar bagi kedaulatan hu-kum di negara kita. Semoga kekawatiran saya, dan bukan tidak mungkin beberapa kawan yang lain terhapus oleh terujudnya cita-cita seluruh praktisi hukum dan bangsa Indonesia yang tak lain adalah keadilan dan kepastian hukum. Amin.