Senin, 31 Agustus 2009

IMTAK VS IPTEK

Masyarakat yang hidup di beberapa negara berkembang dimana agama lebih dulu dikenal ketimbang tehnologi, kemudian pemerintah atau pemegang kekuasaan tertinggi lebih memilih menerapkan sistem kenegaraan yang berlandaskan niliai-nilai yang tercipta dari hasil pemikiran moderen, cenderung memiliki pola pikir yang tidak karuan karena terombang ambing oleh dua paham yang bertentangan satu sama lain. Satu sisi, begitu mengenal agama, sebagian masyarakat mulai menjalani cara hidup diatas landasan keimanan. Namun belum sempat mengasai nilai-nilai agama secara komprehensif sudah terhadang oleh paham baru yang lebih terakomodir oleh pemegang otoritas di negara tersebut dalam memasyarakatkan nilai-nilainya melalui berbagai kemudahan, baik formal maupun non formal.
Kemudahan formal misalnya dengan diselenggarakannya sistem pendidikan, dengan diterapkannya suatu hukum negara yang wajib diindahkan oleh seluruh rakyatnya, dan sebagainya. Sedangkan yang non formal, misalnya dengan diijinkannya berdiri media informasi (cetak maupun elektronik) sehingga paham-paham moderen berbasis tehnologi yang sarat dengan nilai-nilai sekuler itu menjadi sangat mudah tersosialisasikan di lingkungan masyarakat. Lebih-lebih, paham tersebut menawarkan gaya hidup bebas yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dibangun melalui wadah agama.
Saudaraku seiman di mana pun berada, berdasarkan pengalaman mengikuti pendidikan formal dan kemudian saya coba pertemukan dengan hasil perenungan panjang, ternyata tidak ada yang bisa menyanggah beberapa argumen berkaitan dengan kebenaran haqiqi. Misalnya bahwa yang bisa menjelaskan tentang sesuatu adalah pembuatnya sendiri. Ibarat sebuah makanan dalam kaleng, yang bisa menjelaskan tentang mengapa dibuat, bagaimana membuatnya, apa bahannya, dan lain-lain, ya pastilah si pembuatnya. Jika pun ada yang merasa bisa, pastilah hanya menduga-duga.
Seiring dengan diciptakannya kehidupan ini, Allah sang pencipta, tidak lantas melepaskannya begitu saja, melainkan diciptakan sekalian hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan yang harus diindahkan oleh seluruh penghuni jagad raya ini. Kita tidak memiliki sedikit pun kapasitas untuk mengatur dan membuat hukum atas diri kita sendiri. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya iptek yang sekarang berkembang dan menjadi pegangan hidup ini pada dasarnya hasil karya pikiran manusia. Begitu akrab dengan kehidupan kita sehingga menggeser ilmu yang datang nya dari sang pencipta yang sempurna sebagai pedoman hidup.
Sehebat-hebatnya Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi (IPTEK) toh tidak sanggup menemukan jawaban dari pertanyaan, "Antara ayam dan telor, mana yang lebih dulu diciptakan? Padahal nyata-nyata ada." Secerdas-cerdasnya akal manusia tetap saja terbatas dalam memahami kehidupan yang ternyata sarat dengan kegaiban ini. Jangankan memahami alam kematian yang disiratkan keberadaannya menurut ajaran Islam ini, mengingat sesuatu yang kita alami saja mustahil. Misalkan mengingat apa yang terjadi ketika kita berumur satu tahun. Bagaimana akal ini memahami jika mengingat apa yang terjadi saat itu pun tidak bisa.
Sahabat, kini petunjuk itu telah jelas. Semua telah tertuang di dalam kitab Al Qur'an dan telah begitu lengkapnya diterangkan melalui kitab-kitab as Sunnah dan buku-buku yang menjelaskan bagaimana para sahabat memahami petunjuk haq itu. Mari kita sambut bukti kasih sayang Allah kepada hamba-Nya itu. Semoga kita menjadi orang yang beruntung. Amin.

Kamis, 27 Agustus 2009

MEMAHAMI TAKDIR ALLAH

Umur, rejeki, dan jodoh sudah ditetapkan oleh sang pencipta. Manusia tidak bisa mendikte datangnya ketiga hal tersbut. Jika pun merasa bisa, semata-mata hanya perasaan saja sebagai akibat dari pndidikan formal yang ia lalui yang memang sejak awal bertentangan dengan konsep agama khususnya dlam hal yang berkaitan dengan memahamkan manusia akan kehidupan.
Banyak indikator-indikator yang menunjukkan bahwa pikiran manusia telah terdoktrin untuk menerima 100% kebenaran ilmiah ketimbang kebenaran agama. Padahal agama merupakan petunjuk yang datangnya dari sang pencipta, sedangkan kebenaran ilmiah tak lebih hanyalah produk akal seseorang yang notabene sama derajat dan kapasitasnya dengan kita. Misalnya, keyakinan bahwa kita harus bekerja keras agar kita kaya, bahwa kita harus jaga kesehatan agar awet muda dan berumur panjang, bahwa sebaiknya kita mendoakan kawan yang sedang berulang tahun 'semoga panjang umur,' dan lain sebagainya.
Mengapa sebaliknya akal tidak kita gunakan saja untuk memperkuat keyakinan akan kekuasaan Allah dengan argumen bahwa sama-sama kita tidak memilih untuk apa dan dari keluarga yang bagaimana kita dilahirkan, yang menunjukkan bahwa kita tidak kuasa atas apapun yang kita miliki termasuk ketampanan dan kecantikan kita, apalagi keadaan ekonomi kita. Argumen tersebut menunjukkan bahwa kita hanya difitrahkan hidup sesuai dengan peran kita yang memang berbeda satu sama lain.
Jadi, 'kemilikan' kita memang tidak untuk dibandingkan satu sama lain karena memang bukan milik kita. Kita memang sering tidak sadar bahwa apapun yang kita miliki bukanlah kreasi dan prestasi kita melainkan merupakan keketapan Allah bagi kita yang harus kita manfaatkan sesuai dengan peran kita di dunia. Selanjutnya kita ikuti saja kehendak Allah tentang apa yang harus kita perbuat dan bagaimana caranya. Dan konon petunjuk itu telah datang dibawakan oleh utusan Allah Muhammad s a w yang sekarang bisa kita pelajari melalui al Qur'an dan al Hadits.
Dunia memang melenakan. Kecantikan seseorang, misalnya, sering kali atau cenderung membawa pemiliknya untuk menikmati seolah prestasinya. Lupa bahwa dia tidak pernah memesan ingin lahir cantik. Lihat saja, banyak artis-artis yang begitu merasa superior dibanding teman seprofesinya yang ditinjau dari penampilan kurang beruntung.
Contoh lainnya, yuk kita amati bagaimana Julia Perez dan Dewi Persik begitu bahagianya dan sedikit pun tak merasa bersalah mengumbar auratnya di depan publik. Meskipun masyarakat okey-okey saja dengan perilaku mereka, tetap saja namanya penjaja sex komersial, menawarkan produk sensualitas yang hanya akan laku jika ditawarkan pada penikmat yang tergelitik birahinya. Mereka lupa bahwa mereka sedang membanggakan sesuatu yang bukan merupakan prestasinya.
Sama halnya dengan harta dan tahta. Jika tidak hati-hati, kita cenderung salah mensikapi kedua aset ini. Perasaan memiliki dan menguasainya begitu tinggi karena merasa telah terlibat dalam proses kehadirannya. Begitu tingginya perasaan itu sehingga lupa bahwa semua itu terjadi karena kehendak Allah. Padahal semua itu hanyalah perasaannya saja. Tidak mudah, memang, menjelaskan fenomena seperti ini, karena seluruh inderanya telah menjadi saksi dan akalnya telah membenarkan. Itulah akibat dari pendidikan di negara kita yang mendewakan peran akal dan menafikan peran agama.

Minggu, 16 Agustus 2009

FUNNY BUT SURE

I have no idea why it ever happens in my beloved country. Not to mention in the month of Ramadhan when all Muslims are obliged to do fasting devotion. It turned out that all of the personnel involved in producing the Islamic-religious films are non-loyal Muslims. In fact, they propagate the greatness of religion they do not wholeheartedly believe. And what even make me shock is that some of them are Christians. How come?

Minggu, 09 Agustus 2009

TRAGIC

We frequently do not realize that we do not have any power on our own life. Not even at a very clear phenomenon like how we live our life with definitely limited money. I tend not to pay any attention that miracles happen along the track of my life. Every time I meet a friend who constantly beg me to help him out of his financial problem, I respond by giving an advice to be patient and convincing him that every thing is going to be alright.
It works. That is the way it is. I find that the saying "time heals" is absolutely true. Many times a friend of mine comes to me saying that he has a big problem with his billings to such a degree that he thinks there is no solution unless I lend him some money. Since I have a great deal of such problem, not to mention that it also constantly happen to me, all I have to do is say nothing. Deep in my heart I say: "Let's see what is gonna happen three months to come." And do you want to know what actually happen three months later? He comes to me with another problem and forget all about the prior one.
How terrible we are for not coming to think that Allah the almighty has proved to love us. Why don't you increase your faithful worship to Allah instead? Think it twice!

Sabtu, 08 Agustus 2009

TANTANGAN SPIRITUAL

Membersihkan diri dari sifat riyak alias pamer alias membanggakan diri memang terkadang tidak mudah. Pada suatu hari di bulan syawal, Primagama Holding Company mengundang seluruh karyawan di semua perusahaan under-bownya dimana saya adalah salah satu diantara undangan yang hadir. Berbagai macam hadiah pun disediakan mulai dari yang paling sederhana berupa door prize gantungan kunci hingga biaya perjalanan umroh ke tanah suci. Hal itu memang sudah menjadi tradisi yang digelar setiap tahun selepas bulan suci ramadhan usai yang populer disebut halal bihalal atau syawalan di tingkat group Primagama. Tradisi yang tidak kalah penting adalah bahwa setiap undangan dimohon untuk mengenakan pakaian taqwa atau baju muslim dan muslimah. Dan saya pun tak ketinggalan menuruti permintaan sang panitia.
Hari itu saya memilih baju terbaik yang paling kondosif menjaga suasana ibadah kepada Allah swt. Setidaknya menjaga hati agar selalu mengingat Nya dengan penuh rasa syukur. Baju serba putih termasuk kopyah putih rasanya kok paling tepat sebagai piulihan karena mengingatkan saya ketika pergi haji ke tanah suci.
Menjaga diri dari sifat riyak merupakan tekad saya di tengah-tengah undangan yang sangat kental dengan nuansa sekuler dimana setiap tamu undangan atau setidaknya sebagian besar cenderung menunjukkan keberadaan ekonominya melalui pakaian yang mereka kenakan. Dan bukan tidak mungkin sebagian dari mereka berjuang bak berdarah-darah agar bisa tampil lebih baik dari yang sebenarnya.
Sengaja saya pilih duduk di tengah-tengah kelompok kelas menengah dalam strata eksistensi di lingkungan group meskipun untuk duduk di deretan elit pun saya pantas, lebih-lebih bagi yang pernah pergi haji. Di sinilah inti dari curhat saya berawal. Kawan lama saya yang dulu pernah mengabdi di perusahaan yang sama dimana persaingan dan perang dingin antar individu begitu semarak, jauh berbeda dari perusahaan baru saya yang agamis sedemikian rupa sehingga setiap karyawan tabu berbuat riyak alias pamer alias membanggakan diri, berseloroh dalam rangka mencemooh, "Dilihat dari pakaian anda, anda layak lho jadi pak haji."
Saya tahu bahwa kawan lama saya ini memang belum tahu bahwa saya pernah pergi haji. Saya pun tahu bahwa ia menganggap bahwa pergi haji adalah mustahil bagi saya. Di tengah-tengah tamu undangan yang bangga dengan sebutan pak haji, ternyata emosi saya bergejolak seolah ingin berkata keras, "Saya sudah pernah pergi haji, tahu!!!" Namun alhamdulillah kalimat konyol seperti itu tak pernah meluncur dari mulut saya. Kendati demikian saya beristighfar, "Astaghfirullah haladzim," karena akhirnya Anda pun tahu bahwa saya pernah pergi haji. Duh repotnya bercerita tentang peristiwa yang demikian. "Eh kawan, omong-omong saya juga tergelitik untuk menikmati kebanggaan diri di mata kalian nich. O Allah, help me out, please!"

Kamis, 06 Agustus 2009

SALAH KAPRAH DAKWAH

Pada dasarnya setiap orang meyaqini adanya Tuhan dan merasa telah memiliki cara yang terbaik dalam beribadah kepada Tuhannya, sehingga meskipun segenap energi kita curahkan rasanya please dech tidak mungkin kita mempengaruhi orang lain untuk berubah keyaqinan. Jangankan dari satu agama ke agama yang lain, dalam agama yang sama pun dua orang yang memiliki keyaqinan yang berbeda tidak mudah atau bahkan sulit atau malahan hampir tidak mungkin atau bisa jadi non sense untuk bisa saling mempengaruhi untuk berubah. Kalau pun bisa, tentunya membutuhkan waktu yang sangat lama karena satu-satunya cara adalah dengan membersamai orang yang ingin kita rubah keyaqinannya.
Yang menjadikan kita prihatin adalah bahwa masih banyak dari mereka yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu. Atau jangan-jangan, bisa jadi, mereka juga menganggap bahwa kita termasuk yang demikian. Entahlah. Hanya Tuhan yang tahu. Satu hal yang terpenting yang harus selalu kita pegangi adalah bahwa yang bisa menjelaskan tentang sesuatu adalah pembuatnya. Ibarat makanan, yang bisa menjelaskan dari apa, bagaimana, dan mengapa makanan itu dibuat ya sang pembuatlah. Begitu pun kehidupan ini, yang bisa menjelaskan tentang ihwalnya ya sang maha pencipta Allah SWT.
Seiring dengan diciptakannya kehidupan ini, Allah SWT juga menciptakan hukum-hukum atasnya. Alhamdulillah Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang telah menjelaskan kepada kita melalui utusannya Muhammad SAW, sehingga kita tak usah repot-repot lagi memikirkan bagaimana mensikapi kehidupan ini. Bisa dibayangkan jika petunjuk itu tidak pernah dibawakan oleh Rasulullah SAW. Pastilah setiap orang merasa bisa membuat aturan dan hukum yang terbaik. Itulah mengapa setiap penguasa pada tiap-tiap komunitas memaksakan dirinya sebagai sumber hukum yang harus diterima oleh masyarakat di bawah kekuasaannya. Itulah pula mengapa sebelum datang risalah yang paling haq dari sang pencipta terlahir berbagai suku yang masing-masing memiliki hukum sendiri-sendiri yang dari kacamata teologi disebut budaya atau adat istiadat.
Kini kita telah meyaqini bahwa setelah ada sumber hukum yang haq, tidak ada kebenaran melainkan sesuai dengan sumber hukum tersebut. Adapun sumber hukum yang haq itu adalah al Qur'an dan al Hadits yang telah menjadi hujah bagi umat Islam. Setiap orang boleh merasa bahwa keyaqinannya adalah benar atau bahkan paling benar. Namun jika tidak didasarkan pada ilmu yang haq al Qur'an dan al Hadits ya sama juga bohong. Inilah salah satu alasan mengapa mengkaji petunjuk dari Allah SWT ini bersifat wajib bagi siapa saja yang menghendaki keberuntungan.