Jumat, 25 September 2009

DOMINASI AKAL ATAS AGAMA

Membaca buku Chicken Soup for the Soul, saya menemukan cerita yang cukup menyentuh. Seorang karyawan berprestasi di sebuah perusahaan swasta di Amerika berkomunikasi dengan putranya melalui handphone. Sayup-sayup pembicaraan mereka terdengar oleh atasannya. Sang anak mengingatkan sang ayah agar tidak lupa janji membelikan sepatu baseball pada hari ulang tahunnya.
Diceritakan pula bahwa sepatu tersebut sudah sekian lama diimpi-impikan oleh anak tersebut. Dan telah sekian lama pula sang ayah berusaha mengumpulkan uang ekstra yang tak kunjung terwujud karena selalu habis untuk kebutuhan primer keluarganya.
Terdengar oleh sang atasan suara karyawan tersebut terbata-bata ketika menanggapi pengingatan anaknya. Ekspresi tak pasti dan murung pun tak luput dari pandangan sang atasan ketika sesekali mencoba melirik sang karyawan ketika menerima telephone. Tak pelak hatinya trenyuh dan terharu mendengarnya.
Tak terasa air matanya menetes seraya bergumam dalam hati, "Ya, Tuhan. Alangkah tidak adilnya hidup ini. Ternyata, seorang karyawan berprestasi yang telah memberi sumbang sih besar di perusahaan ini, masih kesulitan bahkan ketika hanya sekedar membelikan sepatu baseball anaknya."
Tergeraklah hati sang atasan untuk menolong bawahannya. Sebuah kejutan dalam rangka membahagiakan keluarga karyawannya pun terlaksana. Disodorkannya bingkisan berisi sepatu baseball yang ciri-cirinya telah tercuri dengan ketika berkomunikasi via handphone.
Alangkah bahagianya sang karyawan tersebut sesaat setelah mengetahui bahwa yang disodorkan sang atasan adalah bingkisan ulang tahun yang telah lama di damba-dambakan anaknya. Air mata bahagia pun tak tertahankan lagi membasahi pipinya.

Yang ingin saya bahas dari cerita tersebut di atas adalah nuansa sekuler yang begitu kental. Sang karyawan berprestasi itu merasa bahwa jika tidak ditolong oleh atasannya niscaya kebahagiaan di hari ulang tahun anaknya bakal tidak terujud. Sang atasan pun merasa bahwa dirinyalah sang dewa penolong bagi keluarga bawahannya. Yang menulis cerita pun nampak sekali bahwa sedikit pun tak terpikirkan bahwa semua itu terjad atas ijin dan kehendak Allah. Keterlibatan mereka secara dhohiriah plus kemampuan akademisnya menjadikan Allah tak pernah hadir dalam setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan mereka. Dan ingat, jika tidak hati-hati kita yang membaca pun terlena dan terseret masuk ke dalam alam pikir mereka, lho!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar