Kamis, 27 Agustus 2009

MEMAHAMI TAKDIR ALLAH

Umur, rejeki, dan jodoh sudah ditetapkan oleh sang pencipta. Manusia tidak bisa mendikte datangnya ketiga hal tersbut. Jika pun merasa bisa, semata-mata hanya perasaan saja sebagai akibat dari pndidikan formal yang ia lalui yang memang sejak awal bertentangan dengan konsep agama khususnya dlam hal yang berkaitan dengan memahamkan manusia akan kehidupan.
Banyak indikator-indikator yang menunjukkan bahwa pikiran manusia telah terdoktrin untuk menerima 100% kebenaran ilmiah ketimbang kebenaran agama. Padahal agama merupakan petunjuk yang datangnya dari sang pencipta, sedangkan kebenaran ilmiah tak lebih hanyalah produk akal seseorang yang notabene sama derajat dan kapasitasnya dengan kita. Misalnya, keyakinan bahwa kita harus bekerja keras agar kita kaya, bahwa kita harus jaga kesehatan agar awet muda dan berumur panjang, bahwa sebaiknya kita mendoakan kawan yang sedang berulang tahun 'semoga panjang umur,' dan lain sebagainya.
Mengapa sebaliknya akal tidak kita gunakan saja untuk memperkuat keyakinan akan kekuasaan Allah dengan argumen bahwa sama-sama kita tidak memilih untuk apa dan dari keluarga yang bagaimana kita dilahirkan, yang menunjukkan bahwa kita tidak kuasa atas apapun yang kita miliki termasuk ketampanan dan kecantikan kita, apalagi keadaan ekonomi kita. Argumen tersebut menunjukkan bahwa kita hanya difitrahkan hidup sesuai dengan peran kita yang memang berbeda satu sama lain.
Jadi, 'kemilikan' kita memang tidak untuk dibandingkan satu sama lain karena memang bukan milik kita. Kita memang sering tidak sadar bahwa apapun yang kita miliki bukanlah kreasi dan prestasi kita melainkan merupakan keketapan Allah bagi kita yang harus kita manfaatkan sesuai dengan peran kita di dunia. Selanjutnya kita ikuti saja kehendak Allah tentang apa yang harus kita perbuat dan bagaimana caranya. Dan konon petunjuk itu telah datang dibawakan oleh utusan Allah Muhammad s a w yang sekarang bisa kita pelajari melalui al Qur'an dan al Hadits.
Dunia memang melenakan. Kecantikan seseorang, misalnya, sering kali atau cenderung membawa pemiliknya untuk menikmati seolah prestasinya. Lupa bahwa dia tidak pernah memesan ingin lahir cantik. Lihat saja, banyak artis-artis yang begitu merasa superior dibanding teman seprofesinya yang ditinjau dari penampilan kurang beruntung.
Contoh lainnya, yuk kita amati bagaimana Julia Perez dan Dewi Persik begitu bahagianya dan sedikit pun tak merasa bersalah mengumbar auratnya di depan publik. Meskipun masyarakat okey-okey saja dengan perilaku mereka, tetap saja namanya penjaja sex komersial, menawarkan produk sensualitas yang hanya akan laku jika ditawarkan pada penikmat yang tergelitik birahinya. Mereka lupa bahwa mereka sedang membanggakan sesuatu yang bukan merupakan prestasinya.
Sama halnya dengan harta dan tahta. Jika tidak hati-hati, kita cenderung salah mensikapi kedua aset ini. Perasaan memiliki dan menguasainya begitu tinggi karena merasa telah terlibat dalam proses kehadirannya. Begitu tingginya perasaan itu sehingga lupa bahwa semua itu terjadi karena kehendak Allah. Padahal semua itu hanyalah perasaannya saja. Tidak mudah, memang, menjelaskan fenomena seperti ini, karena seluruh inderanya telah menjadi saksi dan akalnya telah membenarkan. Itulah akibat dari pendidikan di negara kita yang mendewakan peran akal dan menafikan peran agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar